Eramuslim.com – Inilah uniknya politik. Meski satu kepala dalam selimut yang sama, –sebagai bagian tiga kekuatan dalam Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunis) di era Bung Karno– NU dan PKI ternyata punya tujuan lain. Istilahnya ‘rambut memang sama hitam’ namun kepala dan isinya setiap kepala orang berbeda-beda.
Kisahnya ini terekam kuat dalam kisah tokoh Islam seperti Isa Anshari dan KH Syaefudin Zuhri, Ceritanya dimulai usai menghadiri rapat beberapa hari setelah Peristiwa PRRI meledak. Kala itu KH M Isa Anshari yang tokoh Masyumi akan pulang dengan menumpang mobil tokoh NU, Kiai Saifuddin Zuhri.
“Saudara akan lewat jalan mana?” bertanya KH M Isa Anshary.
“Ke Kramat Raya, ” jawab Kyai Saifuddin.
”Aku biasa tiap hari pergi pulang antara kantor PBNU di Jalan Kramat Raya dan Gedung DPR di Jalan Wahidin di depan Lapangan Banteng”.
“Saya ikut,” seru KH M Isa Anshary. “Nanti saya diturunkan di kantor PBNU. Biarlah saya naik becak menuju Jatinegara,” tambahnya.
“Biar aku antar, kemana tujuan saudara?” balas Kiai saifuddin.
“Kalau begitu ke Kantor Persis di Jalan Raya Jatinegara saja,” jawab KH M Isa Anshary.
Dalam perjalanan pulang di dalam mobil itu, keduanya agak lama saling membisu. Peristiwa meledaknya pemberontakan PRRI membuat antara KH Isa Anshari dan KH Saifuddin Zuhri seperti ada jarak. Ada semacam rasa kikuk. Meskipun tokoh-tokoh puncaknya memang tidak secara langsung terlibat dalam peristiwa itu, tetapi tidak semua tokoh Masyumi setuju PRRI.
Ikuti update terbaru di Channel Telegram Eramuslim. Klik di Sini!!!