“Do’akan Ayah biar bisa beli susu ya, Shan….”
Itulah sekelumit kata-kata yang sering kali diucapkan oleh kakak laki-lakiku setiap kali kakakku melakukan kewajibanNya tiap malam tiba. Entah itu shalat isya, hajat maupun tahajjud. Dan sang anak yang dibisikan seperti itu ke telinganya bukannya menangis malah sebaliknya. Terbelalak. Matanya yang sejak tadi terpejam lalu langsung melek karena mendengar bisikan dari ayahnya. Mungkin ia ingin melihat ayahnya bermunajat dengan yang menciptakanNya hingga ia bisa lahir dengan selamat dan juga tak ada satu pun kekurangan yang melekat pada dirinya ke dunia fana ini. Entahlah? Aku harap begitu.
Hal itu bukan hanya sekali kakakku melakukan “ritual” dadakannya seperti itu. Membisikan sesuatu ke telinga seorang anak manusia yang belum genap berusia sebulan itu. Tak lain tak bukan anak laki-laki pertamanya yang bernama M. Ichsan Shany sebagai garis penerus keturunannya.
“Do’akan Ayah biar bisa beli susu ya, Shan….”
Tiap malam kakakku membisikan kata-kata itu ke telinga anaknya. Bahkan sering kalinya kakakku melakukan itu seakan-akan kakakku sudah beranggapan bahwa hal itu semacam therapy untuk menghibur dirinya dan juga anaknya yang tidak mengerti apa-apa itu saat cobaan terus menggelayuti pundaknya. Entah apakah anaknya itu mengerti atau tidak dengan apa yang diucapkan oleh ayahnya? Aku juga tidak begitu mengetahui tentang ilmu kejiwaan seorang anak manusia yang masih bau kencur (bayi) itu. Namun firasatku mengatakan lain. Walaupun keponakanku itu belum dapat bisa berbicara sepatah kata. Aku yakin keponakanku itu akan bangga terhadap ayahnya yang telah berupaya mengusahakan agar bisa membelikan sekotak susu untuknya. Semoga Allah Mengabulkannya!
Melihat apa yang dilakukan oleh kakakku aku makin merasa iba dan empati terhadap penderitaannya. Dan juga hal itu bukan hanya sekedar ikut-ikutan apalagi latah mengjkuti kenaikan harga susu saat itu. Tidak! Itu tidak sama sekali bergelayut dibenaknya saat itu. Mengikuti trend semacam itu. Malah sebaliknya sebelum harga kenaikan susu saat itu. Mahal. Kakakku sudah sering melakukan ritual semacam itu. Semenjak buah cintanya lahir ke dunia. Membiasakan membisikan sepatah kata ke telinga anaknya setiap malam tiba.
“Do’akan Ayah biar bisa beli susu ya, Shan….”
Sungguh benar-benar sangat membuatku terhanyut bila aku mendengar hal seperti itu. Apalagi kalau kakakku itu main ke rumah. Kakakku pasti akan menceritakan kelucuan anaknya yang makin lama makin chubby. “Sekarang Shany sering bangun malam….” Begitu kata kakakku suatu hari saat ia menmceritakan kebiasaan dadakan anaknya itu tiap malam tiba kepada ibuku. Ibuku yang sudah single parent sejak aku duduk di bangku SD. Tepatnya kira-kira pada tahun 90-an ayahku dipanggil oleh Yang Maha Menciptakannya. Memang sih aku hanya dua kali melihat sosok lucunya itu. Kalau tidak salah kalau aku ingat-ingat…Yup, ketika pertama kali ada di Rumah Sakit yang beralokasi di Jakarta Barat dan juga ketika pulang ke rumah kakeknya (baca: mertua laki-laki kakakku). Hanya itulah kesempatan aku melihat sosok yang mengemaskan itu. Selebihnya dirawat dan diurus di rumah kakeknya itu. Tentunya dengan ibunya yang sudah mengadung 9 bulan dan melahirkanya itu.
Lalu bagaimana dengan perasaan Anda bila melihat situasi seperti itu? Terharukah? Bahagiakah? Atau, menangis campur bahagia? Aku harap hanya Anda yang tahu?
Itulah kenyataanya dan kebiasaan yang sering dilakukan oleh kakakku. Membisikan sepatah kata ke telinga anaknya tiap malam tiba ketika anaknya itu sedang tidur pulas. Hingga sampai sekarang kakakku masih melakukan hal itu. Mungkin kakakku itu merasa kasihan melihat anaknya suatu hari nanti bila anaknya itu kekurangan gizi akibat tak bisa mengkomsumsi dan membeli sekotak susu untuk anaknya itu. Apalagi ketika kakakku itu melihat wajah polos tanpa dosa itu sedang tertidur pulas. Ada rasa bersalah menyergap di diri kakakku bila hal itu benar-benar bukan sebuah mimpi. Tapi nyata! Dimana harga diri kakakku bila hal itu sampai terjadi. Kakakku pasti akan mevonis dirinya sebagai imam sekaligus tulang pungung keluarga yang tidak becus. Aku harap hal itu janganlah sampai terjadi! Entahlah? Semoga saja kakakku itu bisa mengatasinya dan selalu berikhtiar walau hidupnya terus menghimpit. Karena DIA-lah yang Maha Mengetahui umatNya yang sedang berkeluh kesah. (*)
Ulujami-Jakarta, Januari, 2007
Tribute to Abangku. Semoga rumah tangga kau baik-baik saja. Amin!
Ikuti update terbaru di Channel Telegram Eramuslim. Klik di Sini!!!