Rabu, 28 Sya'ban 1444 H / 22 Maret 2023

Hukum Jual Beli Saham

Assalamu"alaikum Ustad,

Begini ustad, kami sudah beberapa bulan ini berinvestasi saham JKSE bahkan terkadang melakukan trading harian, tapi akhir-akhir ini timbul kerisauan dalam hati kami, apakah yang kami lakukan ini halal atau haram .

Kami mohon Ustad Aam berkenan memberikan penjelasan agar kami bisa mengabil keputusan untuk melanjutkan atau berhenti.

Wassalam, Jazakumullah.

Waalaikumussalam Wr Wb

Hukum jual beli saham tergantung pada pemahaman jenis sahamnya. Apabila saham-saham pada perusahaan-perusahaan yang halal seperti saham-saham perusahan perdagangan dan perusahan yang memproduksi alat-alat yang dibolehkan atau bahan-bahan makanan maka jual beli saham-sahamnya tidaklah dilarang baik dengan cara cash, tempo atau kredit dengan syarat tidak ada didalamnya sesuatu yang menjadi penghalangnya seperti adanya kecurangan, penipuan dan sejenisnya.

Adapun apabila saham-saham pada perusahaan-perusahaan yang diharamkan pada asalnya atau dia adalah perusahaan-perusahaan yang dibolehkan akan tetapi berinteraksi dengan menggunakan riba. Atau sejenisnya maka saham-saham itu tidak boleh dibeli atau dijualnya. (www.islamweb.net)
Dalam permasalahan ini, Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa saham terbagi menjadi tiga :

1. Saham perusahaan-perusahaan yang konsisten terhadap islam seperti bank dan asuransi islam. Islam membolehkan ikut serta berinvestasi dalam usaha-usaha seperti ini dan memperjualbelikan sahamnya. Dengan syarat, saham-saham tersebut sudah berbentuk usaha yang nyata dan menghasilkan, dalam kapasitas lebih dari 50 % nilai saham. Saham semacam ini boleh diedarkan dengan cara apa pun yang dibolehkan syara’. Misalnya, jual beli dan tidak diisyaratkan adanya serah terima secara langsung. Karena dalam transaksi seperti ini tidak perlu adanya serah terima secara langsung.

2. Saham perusahaan-perusahaan yang dasar aktivitasnya diharamkan, misalnya, perusahaan alkohol, perusahaan yang memperjualbelikan babi, dan sejenisnya. Menurut ijma’ (kesepakatan) para ulama adalah tidak diperbolehkan ikut andil dalam saham serta melakukan transaksi dengan perusahaan-perusahaan sejenis ini. Contoh lainnya adalah bank-bank konvensional (yang operasionalnya berdasarkan riba), perseroan-perseroan diskotik dan sebagainya yang bergumul dengan keharaman.

3. Saham perusahaan-perusahaan yang dasar aktivitasnya halal, misalnya, perusahaan mobil, alat-alat elektronik, perseroan dagang secara umum, pertanian, industri dan sebagainya yang pada dasarnya dibolehkan. Namun terkadang unsur-unsur keharaman masuk kedalam perusahaan-perusahaan tersebut melalui transaksi-transaksi yang berlangsung berdasarkan bunga, baik mengambil maupun memberinya.

Para ulama modern berbeda pendapat tentang kebolehan bertransaksi dan ikut andil dalam saham perusahaan-perusahaan jenis ketiga. Diantara mereka ada yang mengharamkannya dengan alasan bahwa saham-saham tersebut tercampur riba. Karena Nabi saw telah mencela pemakan riba, pemberinya, penulisnya dan para saksinya. Dengan alasan ini mereka mengharamkan transaksi dengan perusahaan-perusahaan jenis ini dalam bentuk apa pun.

Diantara mereka ada yang membolehkan transaksi dengan saham perusahaan-perusahaan tersebut dikarenakan adanya kebutuhan. Namun, dalam transaksi semacam ini, mereka menetapkan syarat-syarat tertentu. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Prosentase antara kekayaan dan utang perusahaan tidak boleh lebih dari 50 %, sebagaimana telah ditetapkan lembaga fiqih internasional. Jika prosentase utangnya lebih banyak, maka tidak boleh mengedarkan sahamnya kecuali dengan beberapa aturan yang dalam fiqh islam disebut sebagai kaidah ash sharf (exchange). Misalnya, keharusan adanya pembayaran dan penerimaan barang pada saat itu juga, serah terima secara langsung atau sejenisnya.

2. Prosentase antara piutang dan utang perusahaan yang berbunga tidak lebih dari 30 %.

3. Prosentase bunga utang maksimal tidak lebih dari 50 %.

4. Adanya pengawasan terhadap perusahaan tersebut secara teliti dan membersihkannya dari unsur riba didalamnya. Atau, boleh juga seseorang yang ikut andil berinvestasi didalamnya untuk membersihkan sendiri deviden yang ia dapatkan dari perusahaan tersebut, dari unsur riba.

Inilah pendapat sejunlah ulama kontemporer yang mendalami tentang transaksi keuangan. Pendapat mereka diatas berdasarkan pertimbangan untuk memudahkan orang banyak. Dalam permasalahan ini, mereka telah melakukan banyak penelitian dan riset. (Fatwa-fatwa Kontemporer juz II hal 539 – 541)

Wallahu A’lam

Ikuti update terbaru di Channel Telegram Eramuslim. Klik di Sini!!!

loading...

Rekomendasi

Di Tengah Salju Hati Bisa Memanas

Selasa, 07/12/2010 13:16

Mendudukkan Kembali Peran Agama

Sabtu, 07/02/2009 09:08

Mana yang Terbaik?

Jumat, 03/04/2009 11:59

Puasa dan Empati Sosial

Senin, 18/05/2020 10:15

Kepala

Jumat, 20/05/2011 18:40

Berderma Ala Robin Hood

Kamis, 11/05/2006 12:29

Baca Juga

Sahnya Pernikahan Duda

Rabu, 29/04/2009 13:24

Iblis dan Orang Ikhlas

Selasa, 28/04/2009 12:59

Takdir dan Keadilan Allah

Senin, 27/04/2009 11:34

Menceraikan Istri Kedua

Jumat, 24/04/2009 13:25

Kontak Antar Lawan Jenis

Kamis, 23/04/2009 10:05

Jumlah Rakaat Kurang

Senin, 20/04/2009 15:53

Hukum Membaca Al-Ma'tsurat

Senin, 20/04/2009 12:03

Ustadz Menjawab Lainnya

Trending